Madrasah sebagai lembaga pendidikan memiliki fungsi dan tujuan yang besar dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas yang kelak akan membangun bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut tidaklah mudah, hal ini dikarenakan banyaknya kendala yang dihadapi antara lain masalah bullying dan tawuran antar pelajar, oleh karena itu pihak madrasah harus bekerjasama dengan pihak-pihak terkait sebagai upaya untuk mecegah terjadinya bullying dan tawuran antar pelajar.
MTs Negeri 3 Bogor sebagai sebuah lembaga pendidikan telah melakukan upaya pencegahan Bullying dan Tawuran antar pelajar dengan diadakannya penyuluhan atau penyampaian informasi tentang bullying dan tawuran antar pelajar berkat kerjasama antara MTs Negeri 3 Bogor dengan Kepolisian Resor Bogor sebagai narasumber.
Bullying
Kata bullying berasal dari bahasa Inggris yang berarti penggertak, orang yang menganggu orang yang lemah. Sedangkan arti kata bully dalam Bahasa Indonesia adalah perundungan, dan bullying adalah perundungan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata rundung memiliki arti mengganggu, mengusik terus-menerus, dan menyusahkan.
Pada dasarnya bullying dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Bullying Fisik. Contoh jenis bullying ini antara lain: mendorong, menendang, memukul, dan lainnya yang berkaitan dengan fisik. Efek samping dari pembullyan ini, korban akan memiliki bekas kekerasan yang dilakukan oleh pelaku bullying.
2. Prejudicial Bullying. Merupakan pembullyian terhadap ras dan golongan tertentu biasanya pelaku menirukan gaya bicara korbannya dan menirukan kebiasaan sukunya.
3. Financial Bullying. Merupakan jenis bullying yang memaksa korban untuk mengeluarkan uang atau benda berharga miliknya.
4. Cyber Bullying. Bullying jenis ini biasanya dilakukan di media sosial, seperti berkomentar negatif pada postingan korban dan menyebarkan video hoax mengenai korban.
5. Verbal Bullying. Bullying jenis ini sering kali kita dengar atau bahkan kita juga pernah melakukannya. Bullying ini biasanya dilakukan dengan mengolok-olok nama panggilan, mengancam atau menakut-nakuti si korban.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari pembullyan misalnya: mengalami gangguan mental, seperti depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur nyenyak, ingin menyakiti diri sendiri, bahkan memiliki niat untuk bunuh diri, menjadi pengguna obat-obatan terlarang dan takut atau malas pergi ke sekolah. Dampak negatif dari bullying tersebut mengisyaratkan bahwa bullying merupakan tindakan yang harus segera dicegah dengan cepat karena jika tidak segera dicegah dapat menyebabkan banyak sekali efek negatif lainnya.
Perlu diketahui oleh kita semua termasuk peserta didik bahwa hukuman bullying telah diatur di dalam undang-undang, antara lain Pasal 76 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 351 KUHP tentang Tindak Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang Perundungan yang dilakukan di Tempat Umum dan Mempermalukan Harkat Martabat Seseorang, dan Pasal 289 KUHP tentang Pelecehan Seksual. Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 Juta. Hukuman bagi pelaku bullying bisa lebih berat lagi apabila korban yang ia rundung bunuh diri. Dalam Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur bahwa barangsiapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun jika orang tersebut bunuh diri.
Selain gugatan secara pidana, seorang pelaku bullying juga dapat dikenai gugatan secara perdata. Ini karena di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, korban juga memiliki aspek perdata sebagai hak untuk menuntut ganti rugi secara meteril atau immateril terhadap pelaku pembullyan.
Tawuran
Pengertian tawuran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan secara beramai-ramai. Ada beberapa penyebab terjadinya tawuran, antara lain:
1. Pengaruh lingkungan, termasuk di dalamnya media yang menyuguhkan pemberitaan-pemberitaan perlakuan anarkis yang kemudian mereka tonton,
2. Kurangnya pandampingan orang tua/wali terhadap anak.
3. Kurangnya area bermain.
4. Ikatan yang lebih kepada teman dan alumni.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 59 tentang Perlindungan Anak, para remaja pelaku tawuran termasuk dalam golongan anak korban perlakuan salah yang seharusnya mendapatkan perlindungan khusus dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya. Perlindungan yang dimaksud adalah dalam bentuk bimbingan nilai agama dan nilai moral, konseling, dan pendampingan sosial. Hal tersebut perlu dilakukan karena para remaja mengambil keputusan untuk melakukan tawuran karena adanya faktor eksternal.
Ada dua kategori perilaku anak yang membuat ia bisa berhadapan dengan hukum:
1. Status offence, yaitu perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah.
2. Juvenile delinquency, yaitu perilaku anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka dianggap sebagai kejahatan atau pelanggaran hukum.
Didalam Pasal 45 KUHP mengenai anak-anak dapat dijatuhkan ke dalam sidang pengadilan, apabila anak tersebut telah mencapai usia 16 tahun. Sedangkan dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 ayat (3) menetapkan batas usia anak yang dapat dijatuhi hukuman atau sanksi pidana sangat berbeda. Pasal tersebut berbunyi, anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Pelajar yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang melibatkan beberapa orang, masing-masing bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan olehnya dan akan diancam:
1. Pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat.
2. Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun jika akibatnya ada yang mati.
Adapun cara untuk mencegah bullying dan tawuran antar pelajar antara lain:
1. Optimalisasi peran orang tua/wali peserta didik.
a. Orang tua/wali harus mempelajari karakter anak agar dapat mengantisipasi berbagai potensi intimidasi dan tindakan bullying dan tawuran yang akan menimpa anaknya.
b. Orang tua/wali harus menjalin komunikasi dan perhatian yang besar dengan anak, agar anak merasa nyaman ketika bercerita kepada orang tua/wali ketika mengalami intimidasi atau bentuk pembullyan lainnya.
2. Peran Madrasah.
a. Para guru harus memperhatikan interaksi yang berbeda yang ditunjukkan anak di madrasah maupun di rumah dan berupaya membina kedekatan dengan teman-teman sebaya agar tercipta hidup rukun dan tidak ada niatan untuk membully dan tawuran.
b. Penegakan tata tertib peserta didik yang ketat, misalnya dengan pemberlakukan bobot pelanggaran dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berat.
c. Berikan mereka ruang untuk menuangkan emosinya di madrasah. Seperti ruang konsultasi, ruang kebebasan berpendapat dan lainnya.
d. Melaksanakan kegiatan penyuluhan ataupun penyampaian informasi tentang dampak negatif bullying dan tawuran antar pelajar secara berkala/terprogram.
3. Peran orangtua/wali peserta didik dan madrasah:
a. Tanamkan pemahaman bahwa kekerasan bukanlah solusi penyelesaian masalah, maka ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
b. Mengelola kecerdasan emosi anak agar tidak meluap pada tempat yang salah. Bimbing untuk melakukan kegiatan positif dan padat namun menyenangkan.
c. Tanamkan sifat simpati dan empati kepada anak.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa upaya pencegahan bullying dan tawuran antar pelajar merupakan tanggungjawab bersama antara orangtua/wali peserta didik, madrasah, pemerintah, penegak hukum, dan seluruh lapisan masyarakat.
Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh Badrudin (Guru MTsN 3 Bogor)